Kuliah Umum: Peningkatan Pengetahuan Tentang Eksistensi Profesi Gizi Untuk Generasi Milenial

Kuliah Umum: Peningkatan Pengetahuan Tentang Eksistensi Profesi Gizi Untuk Generasi Milenial

Kegiatan Kuliah Umum 2020 merupakan sebuah kegiatan perkuliahan atau ceramah yang menghadirkan narasumber dari kalangan ilmuwan di lingkungan Perguruan Tinggi ataupun para pengusaha yang berasal dari kalangan industri maupun perusahaan yang diikuti oleh para peserta dari berbagai kalangan. Pelaksanaan Kuliah Umum 2020 sedikit berbeda dengan tahun kemarin, pada tahun ini kegiatan dilakukan secara daring melalui video conference. Kegiatan Kuliah Umum 2020 ini, bertemakan “Peningkatan Pengetahuan Tentang Eksistensi Profesi Gizi Untuk Generasi Milenial”. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan peserta dapat menambah wawasan seputar profesi gizi, sehingga perserta memiliki pandangan yang lebih terarah mengenai program studi gizi yang mana nantinya dapat memahami dan mengaplikasikan wawasan tentang keprofesian gizi di lapangan.

Acara ini dilaksanakan selama satu hari, tepatnya pada tanggal 20 Juli 2020. Kegiatan ini diisi oleh dua Narasumber. Narasumber pertama bernama Nur Fitri Widya Astuti, S.Gz., M.P.H. yang menyampaikan materi mengenai teori keprofesian gizi. Sedangkan narasumber kedua bernama Mustika Arum, S.Gz,RD yang menyampaikan materi mengenai aplikasi keprofesian gizi. Berjalannya acara ketika dimulai sampai akhir penutupan, diikuti oleh 200 peserta yang mana melalui 2 media yang berbeda yakni sebagian melalui media zoom dan yang lainnya menyaksikan melalui siaran live streaming youtube. Terdapat enam orang penanya dan tiga orang yang mendapatkan doorprize saat sesi tanya jawab.

Pada pemaparan materi pertama, dijelaskan bahwa menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 374/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi gizi. Profesi Gizi merupakan suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, memiliki kode etik, dan bersifat melayani masyarakat dengan mengabdikan diri dalam upaya kesejahteraan dan kecerdasan bangsa, upaya perbaikan gizi, memajukan dan mengembangkan ilmu dan teknologi serta ilmu – ilmu yang berkaitan dan meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat dengan memegang teguh prinsip kode etik profesi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 menjelaskan bahwa Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi terdiri dari kualifikasi tenaga gizi, sertifikat kompetensi (STRGz, SIPTGz, SIKTGz), tugas tenaga gizi berdasarkan klasifikasi dan pembinaan serta pengawasan.

Kompetensi dasar gizi pada saat ini semakin berkembang, seperti gizi klinis yang lingkup kerjanya pada fasilitas kesehatan. Gizi komunitas pada government, peneliti, GNO, akademisi maupun konsultan. Food service pada industri, healthy diet cathering, RS, akademisi, maupun enterpreneur. Teknologi pangan/ pangan fungsional pada industri, peneliti, pengawas makanan, akademisi, dan enterpreneur. Gizi molekuler pada peneliti ataupun akademisi. Gizi olahraga pada fittness center, government (KONI, Kemenpora), akademisi, dan enterpreneur.

Tenaga gizi di Indonesia masih kurang, menurut UU No.36 tahun 2014 menyebutkan bahwa puskesmas membutuhkan tenaga gizi sebanyak 13.279, namun SDM riil yang ada hanya sebesar 10.697 orang, sehingga Indonesia masih defisit tenaga gizi sebesar 2.582 orang. Tenaga gizi di harus menempuh pendidikan formal (diploma / S1), kemudian menempuh pendidikan profesi sehingga menghasilkan tenaga gizi yang profesional dan harus mempunyai soft skill, hard skill lainnya selain gizi seperti mengikuti perkembangan teknologi yang semakin pesat, dan menjadi diri sendiri atau punya pendirian.

Sementara itu, pada pemaparan materi yang kedua dijelaskan bahwa menurut UU RI No.36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan bab III pasal 11 ayat 1 huruf h menyebutkan jenis tenaga gizi terdiri dari Nutrisionist dan Dietisian. Dimana terdapat perbedaan diantara keduanya. Nutrisionist teregistrasi merupakan sarjana gizi atau sarjana terapan gizi yang sudah lulus uji kompetensi dan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) namun tidak bisa melakukan pelayanan atau asuhan gizi mandiri dan berada dibawah naungan institusi. Sedangkan Dietisian teregistrasi (RD) merupakan sarjana gizi atau sarjana terapan gizi yang sudah mengkuti pendidikan profesi (internship), lulus uji kompetensi dan teregistrasi. Dietisian teregistrasi berhak mengurus ijin untuk memberikan pelayanan gizi ataupun praktik gizi mandiri dengan mempunyai Surat Izin Praktik Tenaga Gizi (SIPTGz) yang dapat diurus di Dinas Kesehatan setempat. Dietisian teregistrasi merupakan nutrisionis, namun tidak semua nutrisionis adalah dietisien.

Adapun standar kompetensi seorang dietisien, antara lain:

  1. Profesionalitas yang luhur: seperti berketuhanan YME, bermoral, sadar dan taat akan hukum, berwawasan, serta memiliki etika profesi yang
  2. Mawas diri dan pengembangan diri: yaitu berhati- hati dalam bertindak, mempraktikkan belajar sepanjang hayat, mengembangkan pengetahuan dan teknologi baru.
  3. Komunikasi efektif: seorang dietisien harus bisa berkomunikasi dengan klien, mitra kerja, maupun masyarakat. Karena komunikasi merupakan kunci utama seorang dietisien.
  4. Pengelolaan informasi (teknologi): harus bisa mndapatkan informasi dari masyarakat melalui komunikasi agar dapat meningkatkan program gizi, data berasal dari sumber terpercaya berdasarkan Landasan ilmiah: ilmu gizi dan pangan, biomedik, humaniora, kesehatan masyarakat.
  5. Keterampilan gizi: gizi masyarakat, gizi klinis (Clinical Nutrition), penyelenggaraan makanan (food service).
  6. Pengelolaan masalah: mengelola masalah gizi, melakukan pemantauan gizi, berkolaborasi dengan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan, mengelola sumber daya lokal dan bisnis gizi, serta menganalisis kebijakan kesehatan
  7. Kompetensi: standar kompetensi dietisien terdiri dari 3 area yaitu gizi masyarakat, gizi klinis (Clinical Nutrition), penyelenggaraan makanan (food service). Kompetensi keterampilan gizi masyarakat yaitu skrining dan assesmen masalah gizi masyarakat, penetapan masalah gizi dan faktor penyebab, intervensi atau promosi gizi, surveilens dan penelitian gizi basis masyarakat, pola konsumsi pangan, serta penelitian gizi masyarakat. Kompetensi keterampilan gizi klinik yaitu melaksanakan asuhan gizi (Assesment, Diagnosis, Intervensi, Monitoring, Evaluasi), pendokumentasian asuhan gizi, dan penelitian gizi klinik. Sedangkan kompetensi keterampilan food service yaitu manajemen pelayanan makanan di institusi atau perusahaan produksi makanan, SDM, keselamatan kerja, keamanan dan pengawasan mutu pangan, pemasaran produk makanan, praktik profesional, dan penelitian gizi pangan.

Dalam hal ini, diharapkan Dietisien memiliki peran yang sangat penting dalam lingkungan masyarakat, seperti Memberikan asuhan gizi dan dietetik atau nutritional care process (NCP) secara mandiri, kolaborasi dengan tim secara interprofesional, Merencanakan dan memberikan konseling, edukasi gizi dan dietetik pada tahap kuratif dan rehabilitatif, Merancang, mengelola, memantau terapi gizi dan diet untuk kondisi medis tertentu sebagai upaya kuratif dan rehabilitatif, Mengelola sistem penyelenggaraan asuhana makanan diet dan pengendalian mutu berdasarkan prinsip dietetik serta berfokus pada keselamatan pasien, Mengembangkan produk pangan dan diet bagi pasien sesuai kondisi medis, Menganalisis dan merumuskan hasil penelitian dan kajian di bidang gizi serta Merancang strategi dan rekomendasi policy brief dalam proses advokasi bidang gizi dan dietetik.

Dalam menjalankan perannya, Dietisien memiliki wewenang yang dimilikinya, seperti Menerima pasien atau klien berdaarkan permintaan langsung pasien, rujukan dari dokter, dan hasil skrining gizi berisiko malnutrisi atau kondisi khusus, Pengkajian gizi dan interpretasi hasil biokimia, memeriksa kondisi fisik, mewawancarai riwayat makan dan riwayat klien, Menetapkan diagnosisi gizi dengan PES. P merupakan problem atau masalah, E merupakan etiologi atau penyebab, dan S merupakan sign and symptom atau tanda dan gejala, Merencanakan dan mengimplementasi intervesi gizi, Monitoring dan evaluasi gizi untuk menilai keberhasilan gizi sesuai outcome dan indikator asuhan gizi serta Mendokumentasikan asuhan gizi. Seorang dietisien berhak untuk mencari cara agar mencapai pelayanan yang aman dan berkualitas dalam memberi asuhannya yaitu dengan kerjasama dan koordinasi dengan tim kesehatan lain (interprofesional collaboration). Interprofesional tim memberikan pelajaran yaitu kegiatan sosial yang bermanfaat bagi individu, tim, dan yang paling penting adalah klien.

Dengan diadakannya kegiatan Kuliah Umum 2020 ini, diharapkan dapat mencetak Generasi Milenial yang memiliki jiwa untuk berkembang dalam hal mengasah skills yang dimiliki baik dibidang akademik maupun non- akademik. Tidak hanya itu dengan adanya kegiatan ini menambah pengalaman Himpunan Mahasiswa Gizi terutama untuk para panitianya yang mengadakan dan mengatur jalannya acara.

Penulis : Liesna Lusyana Nur (mhs)
Penyunting : dimas